Jarang orang merumuskan tujuan hidupnya. Merumuskan apa yang dicari
dalam hidupnya, apakah hidupnya untuk makan atau makan untuk hidup.
Banyak orang sekedar menjalani hidupnya, mengikuti arus kehidupan,
terkadang berani melawan arus, dan menyesuaikan diri, tetapi apa yang
dicari dalam melawan arus, menyesuaikan diri dengan arus atau dalam
pasrah total kepada arus, tidak pernah dirumuskan secara serius. Ada
orang yang sepanjang hidupnya bekerja keras mengumpulkan uang, tetapi
untuk apa uang itu dan mau dibuat apa… baru dipikirkan setelah uang
terkumpul, bukan dirumuskan ketika memutuskan untuk mengumpulkannya. Ada
yang ketika mengeluarkan uang tidak sempat merumuskan tujuannya,
sehingga hartanya terhambur-hambur tanpa arti. Ini adalah model orang
yang hidup tidak punya konsep hidup.
Makna tentang tujuan hidup sampai kapan pun masih tetap penting untuk
direnungkan. Bagaimanapun seorang Muslim mesti sadar bahwa hidup di
dunia ini bersifat sementara tidak kekal bahkan terlalu amat singkat.
Kita cuma diberikan kesempatan yang sangat sebentar, bagaikan seorang
musafir yang berhenti di sebuah oase, setelah istirahat sebentar dia
mempersiapkan perbekalan lalu melanjutkan perjalanan menuju tujuan
akhir…alam keabadian.
Rumusan tujuan hidup yang didasari pada nilai ajaran agama menempati
posisi sentral, yakni orang yang hormat dan tunduk kepada nilai-nilai
agama yang diyakininya, melalui pemahaman yang benar dan matang terhadap
ajaran agama.
Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk menggapai ridha Allah.
Allah berfirman,
“Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”
(Al-Baqarah [2]: ayat 207)
Ridha artinya senang. Jadi segala pertimbangan tentang tujuan hidup
seorang Muslim, berujung kepada apakah yang kita lakukan dan apa yang
kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridhai Allah SWT atau tidak.
Jika kita berusaha memperoleh ridha-Nya, maka apapun yang diberikan
Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridha (senang) pula.
Kita bisa mengetahui sesuatu itu diridhai atau tidak oleh Allah. Tolok
ukur pertama adalah syariat atau aturan yang ditetapkan dalam agama
kita, sesuatu yang diharamkan atau dilarang oleh Allah pasti tidak
diridhai dan bila kita melakukannya atau melanggarnya kita akan mendapat
dosa; dan sesuatu yang halal atau diperintahkan agama pasti diridhai
yang apabila kita mengerjakannya kita akan mendapat pahala. Selanjutnya
nilai-nilai akhlak akan menjadi tolok ukur tentang kesempurnaan,
misalnya memberi kepada orang yang meminta-minta dijalanan karena
kebutuhan adalah sesuatu yang diridhai-Nya; tidak memberi tidak berdosa
tetapi kurang disukai oleh Allah SWT.
Indikator ridha Allah juga dapat dilihat dari dimensi horizontal.
Nabi bersabda,
“Bahwa ridha Allah ada bersama ridha kedua orang tua, dan murka Allah ada bersama murka kedua orang tua”.
Semangat untuk mencari ridha Allah sudah barang tentu hanya dimiliki
orang-orang yang beriman, sedangkan bagi mereka yang tidak mengenal
Tuhan, tidak mengenal agama, maka boleh jadi pandangan hidupnya dan
prilakunya sesat, tetapi mungkin juga pandangan hidupnya mendekati
pandangan hidup orang yang beragama…, karena toh setiap manusia memiliki
akal yang bisa berfikir logis dan hati yang di dalamnya ada nilai
kebaikan.
Ma’a syiraa Muslimin wal muslimat rahimmakumullah,
Sebaik apapun manusia… selama dia kafir…maka amalan-amalan mereka tidak
diterima dan tidak dinilai oleh Allah, sia-sia belaka akibat kekafiran
mereka, bagai debu yang berterbangan.
Allah berfirman,
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi
bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan
didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya
perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya (An-Nur[24]: ayat 39)
Metode untuk mengetahui ridla Allah SWT juga diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan cara bertanya kepada hati sendiri. Orang bisa
berdusta, berbohong dan mengelabui orang lain, tetapi ia tidak dapat
melakukannya kepada hati sendiri. Hanya saja hati orang berbeda-beda.
Hati yang gelap, hati yang kosong, dan hati yang mati, sulit dan bahkan
tidak bisa ditanya. Hati juga kadang-kadang tidak konsisten, oleh karena
itu…pertanyaan yang paling tepat kepada hati nurani, Nurani berasal
arti kata nur, cahaya. Orang yang nuraninya hidup maka ia selalu sambung
dengan ridha Tuhan. Problem hati nurani adalah cahaya nurani sering
tertutup oleh keserakahan, egoisme, dan kemaksiatan.
Menurut ajaran Islam, tugas pokok hidup manusia, sepanjang hidupnya
hanya satu tugas, yaitu beribadah kepada Allah, Sang Pencipta. Allah
berfirman dalam kitab suci al Qur’an yang berbunyi ” (al_Drariat [51]:
ayat 56) yang artinya
“Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku”.
Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup, tetapi merupakan tugas yang
harus dikerjakan oleh mahluk Allah sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung
arti untuk menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan
Allah Yang Maha Besar, Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan
kepada-Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah
bersikap rendah hati, tidak sombong, menghilangkan egoisme dan Istiqamah
untuk terus berupaya agar selalu dalam ridla dan bimbingan-Nya. Itulah
etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat murni, yakni ibadah yang hanya
memiliki satu dimensi, yaitu dimensi vertikal, patuh tunduk kepada Allah
Yang Maha Kuasa, seperti shalat dan puasa. Ibadah juga terbagi menjadi
dua klasifikasi; ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib adalah
yang bersifat baku yang ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi
Muhammad SAW ,yaitu perintah shalat 5 waktu, Puasa, Zakat (zakat fitrah,
zakat mal) bagi yang telah memenuhi syaratnya, dan ibadah haji bagi
yang mampu.
sedangkan ibadah sunnah adalah semua perbuatan yang baik, dikerjakan dengan niat baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.
Manusia memiliki dua peran utama di dunia ini:
pertama sebagai hamba Allah, dan peran kedua sebagai khalifah (Wakil)
Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah manusia adalah kecil dan tidak
memiliki kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepada-Nya
dan berpasrah diri kepada-Nya.
kedua, sebagai khalifah di Bumi, manusia diberi fungsi, peran yang
sangat besar, karena Allah Yang Maha Besar maka manusia sebagai wakil
Allah di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat
besar. Sebagai khalifah manusia diberi tugas untuk mengelola alam
semesta ini untuk kesejahteraan manusia Oleh karenanya manusia dituntut
beramal shalih, menghindari dosa, menyuruh berbuat baik, melarang
berbuat mungkar, jujur dan menghiasi diri dengan sikap yang dianjurkan
oleh agama Islam.
Setiap manusia yang lahir di dunia ini sesuai kodratnya tidak ingin
hidupnya menderita, baik berupa penderitaan lahir maupun matin. Kita
manusia sebagai makhluk Allah SWT diberi kesempatan oleh Allah untuk
hidup didunia ini hanya sekali, oleh karena itu didalam menjalani
kehidupan di dunia yang fana ini, apa-apa yang kita kerjakan dan
usahakan harus ada manfaatnya bagi orang lain, minimal bermanfaat bagi
lingkungan terkecil dalam keluarga, lebih luas lagi bermanfaat bagi
masyarakat di sekitar kita dan kalau memungkinkan bermanfaat bagi nusa
dan bangsa.
Didalam Islam sudah jelas digambarkan bahwa kehidupan ini tidak hanya di
dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang jauh lebih penting yaitu
kehidupan akhirat yang amat panjang tanpa batas, kehidupan yang hakiki,
yang abadi, selamanya. Agar hidup kita penuh makna dan bermanfaat bagi
orang banyak, maka kita harus punya “mimpi” yang kuat agar tercapai apa
yang kita inginkan dan kita cita-citakan tersebut, yaitu bahagia di
dunia dan di akhirat, seperti do’a yang sering kita panjatkan kehadirat
Allah SWT:
Dan di antara mereka ada orang yang bendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka” (Al-Baqarah [2]: ayat 201)
Coba renungkan dalam lingkungan kerja kita sehari-hari, apapun jenis
perusahaan dimana kita bekerja…. Masing-masing perusahaan mesti punya
visi dalam mendirikan perusahaan tersebut, ada yang punya visi
(cita-cita/keinginan):
* Menjadi Perusahaan yang unggul tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia
* Menjadi Perusahaan yang mempunyai pelanggan terbanyak di Indonesia
* Menjadi Perusahaan yang meraih untung tertinggi di Indonesia
* Menjadi perusahaan yang 100% komponennya buatan dalam negeri, dll
Dalam scope terkecil dalam keluarga yang Islami, kita juga harus punya
cita-cita / keinginan yang kuat agar kita dan keluarga kita bahagia di
dunia dan bahagia di akhirat. Inilah yang benar-benar kita inginkan,
kita rindukan, kita impikan dengan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
meraihnya.
Allah berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (At-Tahrim [66]: ayat 6)
Ayat tersebut jelas sekali bahwa Allah SWT menyuruh kepada segenap
orang-orang yang beriman agar dijauhkan diri kita dan keluarga kita dari
sentuhan api Neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Bahan
bakar manusia disini adalah manusia-manusia yang kafir, manusia-manusia
yang munafik maupun yang musrik. Mereka sudah hanyut dengan tipu daya
syaitan-syaitan yang memang pekerjaannya menjerumuskan manusia
sebanyak-banyaknya untuk memasuki Neraka yang abadi.
Kita hidup didunia ini sebagai muslim harus jelas apa yang kita impikan,
yaitu ingin meraih “Surga” yang abadi. Untuk mencapai Surganya Allah
ini tidak gratis, tidak secara kebetulan begitu saja…tapi harus penuh
pengabdian, penuh perjuangan, penuh kesabaran sebagai manusia yang
“bertaqwa”.
Coba kita urutkan dari belakang, apakah kita sudah memenuhi syarat untuk
mendapatkan rahmat Allah SWT sehingga bisa memasuki Surganya Allah SWT?
* Seseorang yang akan masuk Surga (alam ke-6), maka disaat memasuki alam
pengadilan Allah nanti di Padang Mahsyar (alam ke-5), akan menerima
catatan amal dengan tangan kanan.
* Seseorang yang akan menerima catatan dengan tangan kanan tersebut,
maka yang bersangkutan akan mendapatkan kebahagiaan selama di alam
khubur / alam Barzah (alam ke-4).
* Seseorang yang akan memperoleh kebahagiaan selama dialam khubur, maka
disaat kematiannya, mati dalam keadaan “khusnul khatimah” (kematian yang
baik).
* Seseorang akan memperoleh khusnul khatimah…maka tingkah laku
sehari-hari dalam menjalankan hidup ini harus selalu dijalan Allah SWT,
yaitu sebagai hamba Allah SWT yang beriman dan beramal shalih.
* Seseorang yang beriman dan beramal shalih selama hidup di dunia ini (alam ke-3), itulah hamba-hamba Allah yang bertaqwa.
* Hamba-hamba Allah yang bertaqwa adalah hamba-hamba Allah yang
menjalankan Islam secara kaffah (secara menyeluruh), yaitu mentaati
perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT.
* Tanda-tanda hamba-hamba Allah SWT yang bertaqwa salah satunya adalah
seseorang tersebut “khusuk” dalam setiap mendirikan shalat, baik shalat
wajib maupun yang sunah.
* Salah satu tanda bahwa seseorang itu khusuk dalam shalatnya adalah
orang tersebut banyak bersyukur, suka berinfaq dalam keadaan apapun,
sabar setiap menghadapi masalah dan bisa menahan amarah.
Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa yang pertama-tama dihisab
dihadapan Allah SWT di alam pengadilan nanti adalah “bagaimana shalat
kita”:
* Jika shalat kita baik ( didirikan dengan khusuk dan tuma’ninah), maka baik pula seluruh amalan kita.
* Jika shalat kita jelek ( dikerjakan sekedar gugur kewajiban dan
tergesa-gesa), maka jelek pula seluru amalan-amalan kita, apalagi bagi
mereka yang meninggalkan shalat.
Disimpulkan bahwa barometer baik-tidaknya seseorang dimata Allah SWT
adalah bagaimana shalat yang selama ini kita dirikan untuk
menghadap-Nya, coba kita introspeksi diri kiita masing-masing… apakah
shalat kita khusuk iman atau hanya khusuk munafik? Wallahu alam.
Berbekal “khusuk Iman “ inilah yang bisa menghantarkan kita menuju
Surganya Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar