Wahai muslimah!
Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api.
A. Sifat Pakaian yang Disyariatkan bagi Wanita Muslimah
1. Diwajibkan pakaian wanita muslimah itu menutupi seluruh badannya
dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya. Dan janganlah terbuka
untuk mahram-mahramnya kecuali yang telah terbiasa terbuka seperti
wajah, kedua telapak tangan dan kedua kakinya.
2. Agar pakaian
itu menutupi apa yang ada di sebaliknya (yakni tubuhnya), janganlah
terlalu tipis (transparan), sehingga dapat terlihat bentuk tubuhnya.
3.Tidaklah pakaian itu sempit yang mempertontonkan bentuk anggota
badannya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Muslim dari Nabi
Shalallahu’alaihi Wassallam bahwasanya beliau bersabda:
"Dua
kelompok dari penduduk neraka yang aku belum melihatnya, (kelompok
pertama) yaitu wanita yang berpakaian (pada hakekatnya) ia telanjang,
merayu-¬rayu dan menggoda, kepala mereka seperti punuk onta
(melenggak-lenggok, membesarkan konde), mereka tidak masuk surga dan
tidak mendapatkan baunya. Dan (kelompok kedua) yaitu laki-laki yang
bersamanya cemeti seperti ekor sapi yang dengannya manusia saling
rnemukul-mukul sesama hamba Allah. "(HR. Muslim)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu' Al-Fatawa (22/146)
dalam menafsirkan sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam:
"Bahwa
perempuan itu memakai pakaian yang tidak menutupinya. Dia berpakaian
tapi sebenarnya telanjang. Seperti wanita yang memakai pakaian yang
tipis sehingga menggambarkan postur tubuh (kewanitaan)-nya atau pakaian
yang sempit yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, seperti pinggul, lengan
dan yang sejenisnya. Akan tetapi, pakaian wanita ialah apa yang menutupi
tubuhnya, tidak memperlihatkan bentuk tubuh, serta kerangka anggota
badannya karena bentuknya yang tebal dan lebar."
4.Pakaian wanita itu tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah melaknat wanita-wanita
yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.
Sedangkan untuk membedakan wanita dengan laki-laki dalam hal berpakaian
adalah pakaian yang dipakai dinilai dari karakter bentuk dan sifat
menurut ketentuan adat istiadat setiap masyarakat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu'Al-Fatawa (22/148-149/155):
"Maka (hal) yang membedakan antara pakaian laki-¬laki dan pakaian
perempuan dikembalikan pada pakaian yang sesuai bagi laki-laki dan
perempuan, yaitu pakaian yang cocok sesuai dengan apa yang diperintahkan
untuk lak-¬laki dan perempuan. Para wanita diperintahkan untuk menutup
dan menghalangi tanpa ada rasa tabarruj (mempertontonkan) dan
memperlihatkan. Untuk itu tidak dianjurkan bagi wanita mengangkat suara
di dalam adzan, ¬(membaca) talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke bukit
Shafa dan Marwa dan tidaklah telanjang di dalam Ihram seperti
¬laki-laki. Karena laki-laki diperintahkan untuk membuka kepalanya dan
tidak memakai pakaian yang melampaui batas (dilarang) yakni yang dibuat
sesuai anggota badannya, tidak memakai baju, celana panjang dan kaos
kaki."
Selanjutnya Syaikhul Islam mengatakan:
"Dan adapun
wanita, sesungguhnya tidak dilarang sesuatupun dari pakaian karena ia
diperintahkan untuk menutupi dan menghijabi (membalut) dan tidak
dianjurkan kebalikannya. Akan tetapi dilarang memakai kerudung ¬dan
memakai sarung tangan, karena keduanya merupakan_ pakaian yang terbuat
sesuai dengan bentuk tubuh dan tidak ada kebutuhan bagi wanita padanya."
Kemudian beliau menyebutkan, bahwa wanita itu menutup wajahnya tanpa
keduanya dari laki-laki sampai beliau mengatakan di akhir: "Maka jelas,
antara pakaian laki-laki dan perempuan itu sudah seharusnya berbeda.
Yakni untuk membedakan laki-laki dari wanita. Pakaian wanita itu
haruslah istitar (menutupi auratnya) dan istijab (menghalangi dari
pandangan yang bukan mahramnya -pent.). Sebagaimana yang dimaksud dhahir
" dari bab ini."(11)
Kemudian beliau menjelaskan, bahwa
apabila pakaian itu lebih pantas dipakai oleh laki-laki sebagaimana
umumnya, maka dilarang bagi wanita. Hingga beliau mengatakan: "Manakala
pakaian itu bersifat qillatul istitar (hanya sekedar menutupi aurat
-pent.) dan musyabahah (pakaian itu layak dipakai oleh laki-laki dan
perempuan - pent.), maka dilarang pemakaiannya dari dua bentuk (baik
laki-laki maupun perempuan -pent.). Allahu a'lam. "
5.Pakaian
wanita tidaklah terhiasi oleh perhiasan yang menarik perhatian (orang
lain) ketika keluar rumah, agar tidak termasuk golongan wanita-wanita
yang bertabaruj (mempertontonkan) pada perhiasan.
Berhijab
Bahwa seorang wanita yang menutupi badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya disebut berhijab.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, putra-putra saudara perempuan
mereka. " (An-Nur: 31)
Dalam firman-Nya yang lain:
"Dan
apabila kamu ada sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi),
maka mintalah dari belakang tabir (hijab). " (Al-Ahzab: 53)
Dan
yang dimaksud dengan hijab (dari ayat di atas) adalah sesuatu yang
menutupi wanita termasuk di dalamnya dinding, pintu atau pakaian.
Sedangkan kata-kata dalam ayat tersebut walaupun diperuntukkan kepada
istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam, namun hukumnya adalah umum
untuk semua wanita mukminah.
Karena `illat (landasan)-nya adalah berkaitan dengan firman ¬Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
"Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. " (Al-Ahzab: 53)
Dan `illat (landasan) ini adalah umum. Maka keumuman `illat menunjukkan
bahwa hukum tersebut berlaku untuk umum. Dan firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala
yang lain:
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ". (Al-Ahzab: 59)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam majmu'Al-Fatawa (22/110-111):
"Jilbab adalah kain penutup, sebagaimana Ibnu Mas'ud dan yang lainnya
menamakan dengan sebutan rida’ (cadar) dan izar (sarung) sebagaimana
umum menyebutnya, yakni kain sarung yang besar sebagai penutup kepala
dan seluruh badan wanita. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah dan yang
lainnya, bahwa wanita itu mengulurkan jilbab dari atas kepalanya sampai
tidak terlihat (raut mukanya), kecuali matanya. Termasuk sejenis hijab
adalah niqab (sarung kepala). Dan dalil-dalil sunnah nabawiyyah
tentang kewajiban seorang wanita menutupi wajah dari selain mahramnya."(12)
Dan dalil-dalil tentang kewajiban wanita untuk menutup wajah dari
selain mahramnya menurut Al-Qur`an dan As Sunnah sangatlah banyak. Maka
saya sarankan kepada anda wahai muslimah, (bacalah -pent.) mengenai hal
tersebut di dalam Risalah Hijab dan Pakaian di dalam Shalat karya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Risalah Hijab karya Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, Risalatu Ash-Sharim Al Masyhur `ala Al-Maftunin bi
As-Sufur karya Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri dan Risalah Hijab
karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin. Semua risalah tersebut
telah menjabarkan tentang permasalahan hijab beserta hal-hal yang
berkaitan dengannya.
Ketahuilah wahai muslimah!
Bahwa
ulama-ulama yang membolehkan kamu membuka wajahmu dengan kata-kata yang
menggiurkan (rayuan-rayuai gombal) sepertinya dapat menghindarkanmu dari
fitnah. Padaha fitnah tidaklah dapat dihindari, khususnya pada zaman
sekarang ini. Dimana sedikit sekali laki-laki dan perempuan yang
menyerukan larangan agama. Sedikit sekali rasa malunya. Bahkan banyak
sekali orang-orang yang mengumbar fitnah. Kemudian sangatlah terhina
wanita yang menjadikan macam-macam perhiasan yang mengundang fitnah
berada di wajahnya. Berhati-hatilah dari hal itu.
Wahai
muslimah! Pakailah dan biasakanlah berhijab. Karena hijab dapat
menjagamu dari fitnah dengan seizin Allah. Tidak ada seorang ulama -baik
dahulu maupun sekarang- yang menyetujui (pendapat) para pengumbar
fitnah. Dimana mereka (para wanita) terlibat di dalamnya.
Sebagian wanita muslimah ada yang berpura-pura dalam berhijab. Yakni
manakala berada dalam masyarakat yang menerapkan hijab, merekapun
memakainya. Dan ketika berada dalam masyarakat yang tidak menerapkan
hijab, merekapun melepaskan hijabnya.
Sementara ada sebagian
lainnya yang memakai hijab hanya ketika berada di tempat-tempat umum dan
ketika memasuki tempat pemiagaan, rumah sakit, tempat pembuat perhiasan
emas ataupun salah satu dari penjahit pakaian wanita, maka ia pun
membuka wajah dan kedua lengannya, seakan-akan ia berada di samping
suaminya atau salah satu mahramnya! Maka takutlah kamu kepada Allah, hai
orang-orang yang melakukan hal tersebut!
Telah kami saksikan
pula, beberapa wanita yang berada di dalam pesawat (yakni pesawat yang
datang dari luar Arab Saudi), rnereka tidak memakai hijab, kecuali
ketika pesawat mendarat di salah satu bandara di negara ini. Seolah-olah
hijab itu berasal dari adat kebiasaan (bangsa Arab) dan bukan dari
pokok-pokok ajaran agama.
Wahai muslimah!
Sesungguhnya
hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal
dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu
ketamakan yang berapi-api.
Maka pakailah hijab. Berpeganglah pada
hijab. Dan janganlah kamu tergoda oleh pengumbar fitnah yang bertujuan
memerangi hijab atau mengecilkan dari bentuknya. Sebab ia ingin
menjadikanmu jahat. Sebagaimana firman Allah:
Sedang orang-orang
yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh
jauhnya (dari kebenaran). " (An-Nisaa': 27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar